Senin, September 22, 2025
Beranda blog Halaman 130

Polemik “Badunsanak” Daerah Istimewa Minangkabau (DIM)

0
Gambar Ilustrasi. Foto: Istimewa

Bagian 5

Oleh: Iramady Irdja
Pengamat Ekonomi Politik & Mantan Pegawai Bank Indonesia
  1. Sinergitas DIM dan NKRI

DIM harus menempatkan diri sebagai perpanjangan tangan NKRI di Minangkabau. Sebuah pemerintahan istimewa dalam kemasan kearifan lokal adalah pintu masuk bagi NKRI untuk menata daerah sesuai dengan kepentingan NKRI.

NKRI dan DIM harus bersinergi untuk mengembalikan kekuatan Minangkabau disegala bidang guna meningkatkan kembali peranan Minangkabau dalam pembangunan nasional. Alangkah indahnya NKRI, jika berhasil melakukan revitalisasi kekuatan Minangkabau. Minangkabau dapat kembali berkontribusi maksimal dan bahu-membahu dengan semua etnik di Indonesia dalam mengelola poleksosbud dan sumber daya nasional.

Keberpihakan NKRI kepada DIM dapat diwujudkan dalam political will dengan regulasi memberikan kewenangan yang luas kepada DIM dalam menata Minangkabau berdasarkan pada revitalisasi kearifan lokal.

Di sisi lain DIM harus melaksanakan program sesuai dengan target yang sudah disepakati dengan NKRI dengan disiplin dan kerja keras.

Pengembangan potensi Minangkabau dari perspektif  ekonomi politik dengan berbagai strategi antara lain affirmasi pada UMKM; membangun kembali linkage bisnis tradisional dengan provinsi tetangga, negara jiran, dan seluruh dunia; mehimpun sumber modal mandiri; revitalisasi Tanah Ulayat dengan prinsip Produktif dan Protektif; maka diharapkan dapat meningkatkan pendapat daerah sehingga dapat mengurangi beban anggaran pusat.

Sinergitas antara DIM dan NKRI adalah sebuah keniscayaan guna menuju khususnya kemakmuran Minangkabau dan umumnya kemakmuran bangsa.

  1. Pendapat

Polemik tentang DIM yang berkembang telah memperkaya pemikiran kita. Itulah keunggulan Minangkabau, tajam, cerdas, dan mengedepankan intelektual.

Penulis mencoba menawarkan gambaran yang utuh. Tinggal pembaca “mengunyah” dengan hati nurani yang jernih. Penulis yakin, baik yang pro DIM maupun yang kontra DIM, pasti memikirkan masa depan anak cucu yang ditentukan oleh upaya keras hari ini.

Dari uraian di atas dapat disusun beberapa pendapat yang menarik untuk menjadi penegas titik pandang dalam konteks DIM, sebagai berikut:

  1. Terjadi penurunan kontribusi masyarakat Minangkabau secara gradual dalam segala bidang kepada NKRI. Dalam kontek hidup bernegara, telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam di masyarakat Minangkabau dan NKRI. Dalam hal terjadi fenomena menurunnya kualitas SDM dalam segala bidang, kondisi ini sangat serius sehingga secara langsung dapat merugikan Minangkabau dan NKRI dalam berbagai aspek dan dimensi.
  2. Dengan demikian upaya mengatasi masalah dimaksud tidak mungkin dilakukan secara parsial oleh daerah saja. Namun harus secara holistik dengan melibatkan kekuasaan politik Pemerintah Pusat. Dalam hal ini, diperlukan political will kebijakan pemerintah dalam bentuk regulasi berupa UU yang dapat memberikan kekuatan legalitas bagi DIM dalam membenahi masalah secara holistik. Selain itu, dalam membangun sinergitas yang kuat antara DIM dan NKRI diperlukan pembagian tugas yang jelas dan rinci.
  3. Penerapan ABS-SBK yang “spesialis” ini telah membangun idealisme masyarakat yang toleran, menghargai perbedaan, saling asah, asih, dan asuh dalam keberagaman.

Masyarakat Sumbar yang beragam mirip “Indonesia kecil” yang terdiri antara lain dari Suku Minangkabau, Mentawai, Jawa, Mandailing, dan keturunan Cina, telah hidup ratusan tahun dalam damai dan tenteram. Belum pernah terjadi konflik dan gesekan antar kelompok penduduk. Hal ini sebagai bukti bahwa ABS-SBK yang “spesialis” telah sukses dalam mendukung keberagaman dan menghargai perbedaan. Kondisi sukses Sumbar penting juga menjadi rujukan bagi Indonesia sebagai sebuah bangsa.

  1. Orang Minangkabau perlu mewaspadai munculnya pemikiran “liberal” dan “sekuler” yang dipaksakan dalam masyarakat Minangkabau yang bersifat Kolektif-Komunitas sesuai dengan kearifan lokal ABS-SBK yang sudah berlaku turun temurun selama ratusan tahun. Dapat dipastikan tidak ada ruang bagi idealisme liberal dan sekuler di Minangkabau karena substrat-nya sangat tidak kompatibel.
  2. Tanah Ulayat, Dalam berbagai diskursus sering Tanah Ulayat di Minangkabau dijadikan “kambing hitam” menjadi faktor penghambat kegiatan ekonomi dan investasi. Padahal dari perspektif ekonomi politik, keberadaan Tanah Ulayat adalah sebuah kekuatan yang luar biasa bagi property right. Apabila dikemas sesuai dengan perspektif ekonomi politik dengan prinsip “produktif dan protektif” maka akan sangat menguntungkan bagi kaum pemilik Hak Ulayat dan Investor. Potensi yang terdapat pada Tanah Ulayat di Minangkabau sangat menguntungkan dan menarik bagi investor. Peluang bagi investor terbuka luas dari pihak manapun secara nasional maupun internasional guna memacu perkembangan ekonomi menuju the wealth of nation.

Polemik “Badunsanak” Daerah Istimewa Minangkabau (DIM)

0
Gambar Ilustrasi. Foto: Istimewa

Bagian 4

Oleh: Iramady Irdja
Pengamat Ekonomi Politik & Mantan Pegawai Bank Indonesia
  1. Realitas Keistimewaan Minangkabau

Banyak sekali keistimewaan Minangkabau dari berbagai aspek; sejarah, PDRI, tokoh-tokoh hebat di segala bidang, partisipasi pada NKRI, intelektual dan karakter masyarakat, kuliner, dan kultural.

Dari berbagai bidang keistimewaan Minangkabau dipilih 4 Keistimewaan Utama yang spesifik di Minangkabau. Keempat Keistimewaan Utama ini berkelindan satu sama lain saling memperkuat secara kultural dalam kearifan lokal:

Keistimewaan Pertama,  Masyarakat Matrilineal Terbesar di Dunia. Masyarakat; Minangkabau dengan populasi lebih dari 5 juta orang merupakan masyarakat Matrilineal terbesar di dunia. Di seluruh dunia setidaknya terdapat 8 suku bangsa dan komunitas yang menganut matrilineal yang tersebar di berbagai negara dengan populasi masing-masing tidak lebih dari 1 juta. Sedangkan di Indonesia hanya terdapat satu-satunya di Minangkabau.

Dapat dijelaskan bahwa masyarakat Minangkabau bersifat matrilineal, bukan patrilineal, dan bukan pula matriarkal, sistem ini jarang ditemukan di dunia. Intinya adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kapada “Ibu” alias perempuan dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat, seirama dengan  ajaran Islam yang juga menempatkan Ibu sebagai yang sangat dihormati dan dimuliakan.  Ketika ditanya, siapa yang paling patut untuk dihormati, maka jawabnya sampai tiga kali: “ibumu, ibumu, ibumu.” Peranan Ibu pula yang secara psikologis di Minangkabau yang telah sukses mendidik dan menanamkan karakter keminangan antara lain nilai-nilai kehidupan, karakter, kearifan, kecerdasan, semangat merantau, dan semangat berkompetisi sesuai dengan kearifan lokal Minangkabau.

Keistimewaan Kedua, Sistem Pemerintahan Nagari (SPN). Pada pemerintahan Orde Baru, kebijakan penyeragaman penerapan sistem “desa” di Jawa telah menimbulkan bencana besar secara sistemik terhadap Sistem Pemerintahan Nagari di Minangkabau.

Berlakunya UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Desa, bagi Minangkabau kebijakan pemerintah Orde Baru dimaksud telah meruntuhkan SPN sebuah kekuatan keunggulan sistem pemerintahan yang khas yang dimiliki dan sudah berlaku ratusan tahun. Tercatat 543 nagari lenyap dari tatanan pemerintahan Minangkabau, menjadi sistem pemerintahan desa.

Padahal, SPN baik dari sistem maupun strukturnya jauh berbeda dengan sistem Desa di Jawa. Perbedaan SPN dan sistem Desa sangat bertolak belakang. SPN bercirikan antara lain demokratis, egaliter, orientasi rakyat, sedangkan sistem Desa; birokratif, feodalistik, dan otoritarian.

SPN di Minangkabau adalah bagaikan “republik-republik kecil” (petites republiques) yang memiliki unsur eksekutif, legislatif  dan yudikatifnya ada di tingkat Nagari sendiri. Sistem kepemimpinannya pun juga terbagi tiga: Niniak-mamak, Alim-ulama dan Cadiak-pandai, yang masing-masing mewakili unsur Adat, Agama, dan Budaya. SPN ini mirip dengan Trias Politica yang pertama kali diperkenalkan oleh John Locke yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu (1698-1755).

Keistimewaan Ketiga, Sistem Harta Pusaka (SHP). Masyarakat dan budaya Minangkabau memiliki sistem kepemilikan harta dalam empat bagian yaitu Harato Pusako Tinggi (HPT), Harato Pusako Rendah (HPR), Sako, dan Tanah Ulayat, dengan penjelasan:

Pertama, Harato Pusako Tinggi (HPT), adalah hak milik kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang. HPT berada di bawah pengelolahan mamak yang dituakan dalam kaum. Dalam pengelolaan HPT, merujuk pada ketentuan adat; “Tajua indak dimakan bali, tasando indak dimakan gadai.” Dengan demikian HPT dilarang diperjual beli dan pemindahan hak milik.

Kedua, Harato Pusako Randah (HPR), adalah warisan yang ditinggalkan pada generasi pertama. HPR tidak berasal dari pewarisan kerabatnya. HPR dapat dimanfaatkan atas dasar kesepakatan bersama. Dapat dipindahtangankan melalui jual beli atau dibagi-bagi antar pewaris.

Ketiga, Sako, adalah warisan yang menurut sistem matrilineal berupa gelar adat (goodwill) yang diwariskan kepada kemenakan (laki-laki) setelah mamak meninggal dunia atau dalam rangka pemindahan Sako “bakarilahan” kepada kemenakan meskipun Mamak masih hidup.

Keempat, Tanah Ulayat, menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Adat, Pasal 1, ayat 2: Tanah Ulayat bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Selanjutnya dalam Pasal 1 Ayat 1: Hak Ulayat dan serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat) adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

Tanah Ulayat menurut kepemilikan dapat dibagi menjadi Tanah Ulayat Kaum, Tanah Ulayat Suku, dan Tanah Ulayat Nagari.

Keistimewaan Keempat, filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), adalah filosofi kehidupan yang dipakai di Minangkabau selama ini sebagai pandangan hidup atau way of life bagi masyarakat Minangkabau. Filosofi ini bersifat “spesialis” bukan “generalis,” dalam pengertian hanya berlaku bagi masyarakat hukum adat Minangkabau.

Dengan demikian, filosofi ini tidak bertentangan dengan keberagaman (pluralistik) masyarakat Indonesia yang kaya antara lain dari;  adat budaya, agama, etnik, dan ras. Justeru keberadaan ABS-SBK memperkaya dan melengkapi nilai pluralistik bangsa Indonesia. ABS-SBK telah menjadi pedoman hidup masyarakat Minangkabau secara konsisten dan sustain. Keistimewaan ABS-SBK perlu dilakukan revitalisasi secara holistik karena keterkaitannya dengan berbagai dimensi kehidupan masyarakat Minangkabau dalam kontribusi riil pada NKRI.

Minimal untuk keempat Keistimewaan Utama di atas berlaku hukum adat dan hukum faraidh sekaligus. Oleh karena itu, harus diistimewakan yang  difasilitasi secara konstitusional  oleh UUD 1945 pasal 18.

Polemik “Badunsanak” Daerah Istimewa Minangkabau (DIM)

0
Gambar Ilustrasi. Foto: Istimewa

Bagian 3

Oleh: Iramady Irdja
Pengamat Ekonomi Politik & Mantan Pegawai Bank Indonesia

Ketiga, Masalah Ekonomi

Masalah ekonomi harus dikelola sesuai dengan kearifan lokal antara lain memiliki parameter dan kebijakan ekonomi secara spesifik karena ekonomi Minangkabau 99% terdiri dari UMKM.

(a). Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Sumbar belum dapat sepenuhnya mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan, pemerataan kesempatan, dan akses ke sumber daya eko

(b). kekuatan ekonomi Sumbar terletak pada UMKM belum sepenuhnya memperoleh affirmasi dalam berbagai kebijakan pemerintahan Sumbar sehingga belum mampu mengangkat kesejahteraan rakyat secara merata. Masalah dimaksud  antara lain terbatasnya pilihan sumber modal, masalah marketing, packaging dan branding bagi UMKM.

(c). Penguasaan kegiatan ekonomi dan sumber daya alam yang terjadi pada saat ini secara kasuistik telah menempatkan sebagian masyarakat Minangkabau dalam posisi marginal.

(d). Selama ini Sistem Tanah Ulayat  (STU) bagi berbagai pihak dianggap seolah-olah menjadi faktor penghambat kegiatan ekonomi khususnya menghambat investasi.

Keempat, Masalah Kultural

Secara gradual terjadi pelemahan kultural antara lain pengabaian terhadap kearifan lokal ABS-SBK yang menimbulkan berbagai fenomena masalah di dalam masyarakat, antara lain melonggarnya struktur dan sistem adat dan agama, menurunnya multifungsi unit terkecil keluarga-keluarga, penurunan kualitas SDM, dekadensi akhlak:

(a). Berdasarkan berbagai diskursus diketahui  terjadi fenomena penurunan kualitas SDM Minangkabau. Hal ini sudah menjadi bahan pembicaraan umum dalam masyarakat Minangkabau di Ranah dan Rantau ditandai antara lain: berkurangnya semangat entrepreneur, menurunnya daya juang, menurunnya semangat berkompetisi.

(b). Karakter masyarakat Minangkabau sudah bergeser dari adat istiadat, tidak lagi berlandaskan kepada kearifan lokal, sistem matrilinial, kekuatan multifungsi unit terkecil keluarga-keluarga, dan penghormatan pada Tungku Tigo Sajarangan.

(c). Akhlak dan moral masyarakat Minangkabau hampir tercerabut dari akar budaya Minangkabau yang berlandaskan kearifan lokal dan sistem matrilinial.

(d). Belum sepenuhnya terwujud masyarakat madani yang unggul dalam tatanan poleksosbud di Minangkabau.

(e). Belum terbangun Nilai Demokrasi Tradisional (NDT) yang sesuai dengan kearifan lokal yang sudah berlaku dalam masyarakat selama ratusan tahun antara lain dalam prinsip musyawarah untuk mufakat, prinsip kebenaran (truth) bukan hanya sekedar kepentingan, equal demokrasi, dan pengembangan nalar demokrasi.

(f). Posisi unsur Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin tidak sesuai dengan semestinya menurut alur dan patut dalam adat Minangkabau untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini disebabkan oleh hilangnya peran dan fungsi Nagari dalam sistem pemerintahan daerah di Sumbar yang merupakan akar pokok kehidupan bersosialisasi masyarakat di Minangkabau.

Polemik “Badunsanak” Daerah Istimewa Minangkabau (DIM)

0
Gambar Ilustrasi. Foto: Istimewa

Bagian 2

Oleh: Iramady Irdja
Pengamat Ekonomi Politik & Mantan Pegawai Bank Indonesia
  1. Potret Masyarakat Minangkabau

Dari berbagai diskursus dan pengamatan yang cermat diketahui bahwa Pokok Masalah yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau yakni pelemahan dan pengabaian dalam penerapan kearifan lokal secara sistemik, kronis, dan kompleks. Pengertian “sistemik” sebagai akibat dari perubahan sistem pemerintahan Nagari pada era Orde Baru dengan mencangkokkan model pemerintahan desa di Jawa. Sistem pemerintahan Nagari di Minangkabau telah sesuai dengan kearifan lokal dengan memenuhi unsur Tungku Tigo Sajarangan (TTS) yang mirip dengan Trias Politica dengan unsur eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang pertama kali diperkenalkan oleh John Locke yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu (1698-1755). Pengertian “kronis” terkait dengan fenomena terjadi pembiaran selama bertahun-tahun,  tanpa upaya serius untuk melakukan perbaikan. Sedangkan pengertian “kompleks” terkait dengan implikasi yang timbul merambah pada berbagai dimensi kehidupan antara lain pelemahan kekuatan adat, agama, unit terkecil keluarga, dekadensi akhlak, ekonomi, menurunnya kualitas SDM, menurunnya daya juang dan motivasi berkompetisi, longgarnya hak-hak masyarakat, dan sistem tanah ulayat.

Permasalahan yang dihadapi masyarakat dapat dipilah sebagai berikut:

Pertama, Masalah Penurunan Partisipasi  Masyarakat Minangkabau Pada NKRI

Terjadi penurunan partisipasi masyarakat terhadap NKRI dalam berbagai bidang antara lain; politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan budaya. Fenomena ini sudah dirasakan dan sudah menjadi pembicaraan umum secara lokal maupun nasional.

(a). Bidang politik, kontribusi masyarakat Minangkabau kepada NKRI di bidang politik mengalami degradasi yang menyolok ditandai dengan tidak banyak orang Minangkabau yang berkiprah dan menjadi tokoh politik yang dapat mempengaruhi dinamika perpolitikan nasional. Hal ini memprihatinkan masyarakat Minangkabau jika membandingkan dengan prestasi generasi pendahulu.

(b). Bidang ekonomi, kontribusi mayarakat Minangkabau kepada NKRI di bidang ekonomi juga mengalami degradasi yang menyolok ditandai makin berkurangnya pelaku bisnis orang Minangkabau yang berkiprah dalam mengelola sumber daya nasional.

(c). Bidang sosial, kontribusi masyarakat Minangkabau kepada NKRI dibidang sosial juga mengalami pelemahan ditandai dengan minimnya lembaga sosial dan penggerak sosial yang berasal dari orang Minangkabau.

(d). Bidang Pendidikan, kontribusi masyarakat Minangkabau kepada NKRI di bidang pendidikan. Meskipun saat ini masih banyak lembaga pendidikan yang dimiliki oleh orang Minangkabau, namun lebih dari peninggalan tokoh-tokoh lama. Sedangkan bidang pendidikan yang relatif baru masih sangat minim.

(e). Bidang profesional, kontribusi masyarakat Minangkabau kepada NKRI di bidang profesional juga mengalami degrasi yang signifikan ditandai makin berkurang kader yang memiliki kompetensi dan integritas profesional.

(f). Bidang budaya, kontribusi masyarakat Minangkabau dibidang budaya mengalami degradasi yang menyedihkan ditandai dengan berkurang produksi intelektual dalam sineas, buku, lukisan, patung, dan budaya tradisional.

Kedua, Masalah Penurunan Partisipasi  Masyarakat Pada Sumbar

Pada dasaranya menurunnya partisipasi masyarakat pada Sumbar sama dan sebangun dengan penurunan partisipasi masyarakat Minangkabau pada NKRI dalam Bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, profesional, dan kultural.

Perkumpulan Penasihat, dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI), Ajak Pengacara Bergabung

0

JAKARTA, MMCIndonesia.id – Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia ( HAPI ) sebagai Organisasi Advokat merupakan salah satu dari 8 organisasi advokat yang diakui dan tercantum dalam Undang-Undang Advokat Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.

Hal tersebut patut disyukuri karena merupakan hasil perjuangan dan kerja keras dari para pendiri serta  pengurus terdahulu yang selayaknya patut diberikan apresiasi oleh advokat generasi depan.

Namun seiring dengan waktu, organisasi advokat ini pun berubah nama menjadi Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI).

Pengurus Bidang Organisasi DPN. PPKHI, Operudi Elka Putra, SH., mengatakan, organisasi HAPI berganti nama menjadi PPKHI ini karena perlu adanya spesifikasi sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

“Jadi kami akan memulai dengan nama baru organisasi ini, dan kami mengajak teman-teman pengacara untuk segera bergabung,” ujar Operudi Elka Putra.

Menurut Ope, HAPI berubah nama menjadi Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia karena nama pengacara sudah tidak lagi digunakan.

“Perubahan nama ini sesuai dengan UU Advokat dan aturan di Ditjend Administrasi Hukum Umum (AHU), maka yang sekarang secara resmi digunakan adalah PPKHI,” terangnya.

Lebih lanjut, Ope yang mana juga Ketua DPD Ormas Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat IB) Jakarta Pusat ini berharap agar organisasi Perkumpulan penasihat dan konsultan hukum indonesia (PPKHI) yang mana dipimpin langsung sebagai Ketua Umum oleh Dr. Hj. Elza Syarief, SH., MH., Dan Ketua Harian Maria Salikin, SH., ini bisa berkembang, dan melahirkan advokat profesional dan mandiri.

“Indonesia ini negara hukum sehingga membutuhkan tenaga advokat, pengacara dan konsultan hukum yang profesional dan mandiri, yang tak bisa diintervensi pihak manapun,” pungkasnya.

Polemik “Badunsanak” Daerah Istimewa Minangkabau (DIM)

0
Gambar Ilustrasi. Foto: Istimewa

“Goebbels mendukung kebebasan berbicara untuk pandangan yang disukainya. Begitu pula Stalin!. Jika Anda benar-benar mendukung kebebasan berbicara, maka Anda mendukung kebebasan berbicara untuk pandangan yang Anda benci. Jika tidak, sejatinya Anda tidak mendukung kebebasan berbicara” (Noam Chomsky)

“Tidak ada yang akan menuangkan kebenaran ke dalam otak Anda. Kebenaran itu adalah sesuatu yang harus Anda temukan sendiri” (Noam Chomsky)

Berikut ini mmcindonesia.id akan menyajikan tulisan di atas secara utuh dalam 5 bagian secara berurutan:

Bagian 1

Iramady Irdja
Pengamat Ekonomi Politik & Mantan Pegawai Bank Indonesia
  1. Pendahuluan

Diam-diam saya mengagumi pendapat seorang Chomsky. Sebenarnya ungkapannya biasa-biasa saja sebagai reaksi yang wajar seorang ilmuwan terhadap kondisi politik aktual di negaranya, Amerika Serikat. Penulis kadang-kadang “gatel” juga ingin virtual discussion dengan Chomsky. Sekedar sok kenal dan gaya-gayaan!

Namun bagi penulis, pendapat Chomsky juga aktual secara universal, termasuk Indonesia. Sekarang kita persempit dalam konteks DIM yang sedang trending topik.

Kedua “rendengan” ungkapan Chomsky sengaja dikutip agar kita menghormati kebebasan berbicara tentang DIM. Siapa saja boleh berpendapat tentang DIM. Bebas bersikap pro atau kontra DIM. Namun sebagai intelektual Minangkabau yang selalu berpikir atas pijakan “kebenaran” (truth), maka ungkapan kedua Chomsky perlu “diinok-inokan”: “Kebenaran itu harus dicari”. Tentu dengan membuka hati dan intelektual kita.

Kearifan seorang intelektual Minangkabau tidak akan berpijak pada “kepentingan” semata. Kalau pun terpaksa mendukung kepentingan, namun tetap dalam koridor kebenaran. Makanya intelektual Minangkabau tidak akan pernah hanyut dalam konsep politik “Post Truth” (PT) yang mengangkangi kebenaran. Itulah kekecewaan Chomsky pada kondisi politik AS. Gejala PT betul-betul merusak demokrasi di sana. Setidaknya pada era Trump.

Pada umumnya Cara berpikir intelektual Minangkabau cenderung kritis mendukung kebenaran. Hal ini pada dasarnya merupakan sebuah “keistimewaan” yang ditanamkan nenek moyang secara kultural. Sialnya, banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari keistimewaan yang dimilikinya sendiri. Penulis selalu ingat pesan orang tua: “Gunakan otak dan hati untuk meyakini kebenaran, sebelum terlanjur bersikeras menegakkan benang basah.”

DIM menjadi trending topik secara lokal dan nasional. Dari pengamatan penulis, setidaknya terdapat yang pro DIM, kontra DIM, dan yang Netral dengan catatan. Penulis hanya membahas yang pro dan kontra saja. Anehnya kedua kelompok pro dan kontra sama-sama mengklaim untuk kemaslahatan Minangkabau ke depan. Mungkin tulisan ini dapat mencerahkan pembaca setelah “mainok-inokkan” dengan segala ketajaman dan kejujuran intelektual.

  1. Pro dan Kontra DIM

Pro dan kontra dalam sebuah dinamika masyarakat adalah hal biasa. Apalagi di lingkungan intelektual Minangkabau. Sebuah pertanda masyarakat yang memiliki kecerdasan, makanya kritis berpikir. Pendapat kritis hanya keluar dari kecerdasan, terlepas dari pro dan kontra DIM:

(1). Pendapat Pro DIM

Pandangan yang pro DIM, upaya untuk mengulang sukses orang Minang harus visioner-forward looking. Caranya harus memperkuat tempat “basitumpu” yakni dengan kembali memperkuat nilai pada kearifan lokal adat dan agama. Sumber energi kearifan lokal dimaksud sudah terbukti sukses mendorong kekuatan SDM Minangkabau dalam segala bidang pada generasi pendahulu.

Pengabaian terhadap kearifan lokal Minangkabau “tampek basitumpu nan lah taban” telah menggeruskan kekuatan orang Minangkabau yang ditandai dengan makin miskinnya kualitas SDM yang berbicara di level nasional dan internasional.

DIM adalah upaya riil untuk revitalisasi kekuatan kearifan lokal dalam keluarga-keluarga, sistem pendidikan, masyarakat, dan poleksosbud yang selama ini terpinggirkan. Revitalisasi ini sebagai modal sosial masyarakat Minangkabau untuk kembali go nasional dan internasional.

(2). Pendapat Kontra DIM

Tujuannya sama dengan yang Pro DIM yaitu untuk “kemaslahatan” Minangkabau. Pihak kontra DIM mensinyalir kehadiran DIM justeru akan merusak kearifan lokal karena adanya kemungkinan intervensi pemerintah formal terhadap kearifan lokal yang informal.

Kemajuan Minangkabau akan dicapai dengan menganut “kebebasan” sehingga faktor kearifan lokal tidak merupakan faktor yang utama. Pendapat ini mengemukakan bahwa ketika dunia berlomba memperluas jangkauan dunia bebas, justeru DIM mempersempit arena dengan mengusung kembali kearifan lokal. Menurut kelompok ini, DIM sebuah langkah mundur. Pikiran ini cenderung “liberal” yang tampak tidak melihat faktor kearifan lokal Minangkabau sebagai faktor yang perlu revitalisasi.

Selain itu, terdapat pula pendapat yang tendensius yang mengatakan gerakan DIM mengancam NKRI dengan bumbu jualan yang sedang laris yakni Radikalisme. Pendapat seperti ini sah-sah saja. Masyarakat Minangkabau yang terkenal kritis tentu memiliki penilaian tersendiri tentang upaya “sekularisme” di Minangkabau.

Apakah demikian?. Mari kita teropong dengan mata terbuka. Dari ringkasan pro kontra ini dapat membantu pembaca untuk menentukan pendapat sendiri setelah mengikuti analisis selanjutnya.

Dirbinmas Polda Banten Hadiri Kegiatan Penghijauan di Bendungan Sindangheula

0

SERANG, MMCIndonesia.id – Dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia 2021, Dirbinmas Polda Banten Kombes Pol Riki Yanuarfi, S.H., M.Si., hadiri kegiatan Penghijauan Infrastruktur PUPR di Bendungan Sindangheula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Senin, (22/03).

Hadir dalam kegiatan Penghijauan infrastruktur PUPR di Bendungan Sindangheula tersebut ialah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Prof. Dr. Muhajir Effendy, M.A.P., Wakil Menteri PUPR Jhon Wempi Wetipo, S.H., M.H., Wakil Gubernur Banten H. Andhika Hazrumy, S.Sos., M.A.P., Bupati Serang Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak., Rektor Untirta Prof. Dr. H. Fatah Sulaiman, ST., MT., Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Feri Wibisono, SH., MH., Cn. dan Kasi Pers 064 Maulana Yusuf Kolonel Caj. Arif Hidayat.

Saat ditemui, Dirbinmas Polda Banten Kombes Pol Riki Yanuarfi, S.H., M.Si., mengatakan, “Hari ini saya mewakili Bapak Kapolda Banten Irjen Pol Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho untuk menghadiri acara kegiatan penghijauan infrastruktur yang berada di Bendungan Sindangheula,” kata Riki Yanuarfi.

Di kegiatan ini kita melakukan penanaman pohon dan menebar benih ikan di Bendungan Sindangheula, lanjut Riki Yanuarfi.

Dia menambahkan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya kegunaan Air di Bumi.

Dirbinmas Polda Banten Kombes. Pol, Riki Yanuarfi, S.H, saat menghadiri kegiatan penghijauan infratruktur PUPR

“Air seperti halnya buah simalakama, jika di gunakan secara tidak teratur maka akan berdampak buruk bagi kehidupan kita sebagai manusia. Dan tidak hanya bagi manusia saja, melainkan bagi semua ekosistem yang ada di Bumi ini,” ujar Riki Yanuarfi.

Jika alam tidak terjaga dengan baik, lanjutnya, bisa mengakibatkan berbagai macam bencana alam seperti longsor, banjir bandang dan lain-lain.

“Maka dari itu marilah kita menjaga kestabilan ekosistem alam kita dengan cara melakukan penghijauan di setiap lahan yang tandus. Dan juga mari kita mengelola lingkungan yang sudah terjadi pencemaran limbah dan lain – lain menjadi lahan yang hijau agar ekosistem di bumi ini menjadi baik,” tutup Riki Yanuarfi.

Menko PMK: Ketersediaan Air Bersih Mampu Cegah Stunting

0
Menko PMK saat berbincang dengan Bupati Serang dalam peringatan HAS

SERANG, MMCIndonesia.id – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa masalah ketersediaan air bersih sangat erat kaitannya dengan isu pembangunan manusia, khususnya masalah stunting pada anak.

Muhadjir Effendy saat berbincang dengan Bupati Serang, Tatu Khasanah pada acara peringatan Hari Air Sedunia (HAS) ke 29, di Bendungan Sindangheula, Kabupaten Serang, Banten, pada Senin (22/3), menyinggung pentingnya air bersih.

“Keberadaan air bersih ini sangat terkait erat dengan masalah-masalah pembangunan manusia khususnya di bidang kesehatan, dan terutama berkaitan dengan upaya kita perang melawan stunting,” ujar Menko PMK.

Saat ini, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting di Indonesia masih sebesar 27,67%. Presiden RI Joko Widodo pun telah mencanangkan target penurunan stunting menjadi 14% di tahun 2024.

Menko PMK, Muhadjir Effendy saat memberikan pengarahan

Muhadjir yang juga merupakan Ketua Pengarah Gugus Tugas Percepatan Penyediaan Air Minum mengatakan, ketersediaan air bersih dan sanitasi layak berkontribusi besar dalam penanganan stunting. Dia mengungkapkan, intervensi penyediaan air minum, sanitasi yang layak serta perubahan perilaku berkontribusi 70% dalam pencegahan stunting.

“Jadi bukan hanya soal gizi bayi, bukan hanya pemberian asupan gizi yang memenuhi standard untuk ibu hamil ibu menyusui. Tetapi penyediaan air minum dan sanitasi layak mempunyai share yang besar,” ungkapnya.

Akses terhadap air bersih dan pelayanan sanitasi dasar merupakan salah satu program prioritas nasional. Hal itu terbukti dengan adanya Perpres Nomor 185 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi.

Diketahui, tahun 2020, sebanyak 90.21% Rumah tangga memiliki akses air mimum layak, dan 20,69% rumah tangga memiliki air minum perpipaan. Sedangkan pada tahun 2024, Indonesia harus mencapai 100% akses air minum layak, 15% akses air minum aman, 30% akses air minum perpipaan, dan 10 juta sambungan rumah.

Karena itu, Menko Muhadjir menerangkan, pemerintah terus berupaya melakukan percepatan penyediaan air minum dan sanitasi yang aman. Dia mengatakan, berdasarkan Perpres Nomor 185 Tahun 2014 tentang Percepatan dan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi, terdapat empat kebijakan dan strategi yang ditekankan pemerintah.

“Pertama, peningkatan tata kelola kelembagaan untuk penyediaan air minum layak dan aman, Kedua, peningkatan kapasitas penyelenggara air minum, Ketiga, pengembangan dan pengelolaan Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM), Keempat, perubahan perilaku masyarakat serta upaya konservasi sumberdaya air,” tuturnya.

Muhadjir menekankan, untuk merawat ketersediaan air bersih, maka perlu dibentuk perilaku masyarakat yang menghargai dan memanfaatkan air dengan bijak.

“Ini kerja keras kita bagaimana mengetuk ruang kesadaran masyarakat kita. Sehari-hari kita masih berperilaku boros terhadap air tidak pernah berpikir bahwa setiap tetes air itu mengandung makna untuk kehidupan,” ujarnya.

“Melalui momentum Hari Air Sedunia ke-29 ini saya mengajak semua pihak untuk mewujudkan pembangunan air minum yang aman bagi semua masyarakat di tahun 2030 melalui kerja sama semua pihak baik pusat dan daerah,”

Dalam kunjungannya itu, Menko PMK juga meninjau pelaksanaan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) di Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten.

Muhadjir mengapresiasi pelaksanaan program PAMSIMAS di Desa Sindangsari. “Saya mengapresiasi berbagai inovasi yang dilakukan dalam pembangunan air minum dan sanitasi seperti PAMSIMAS ini,” ujarnya.

Kesempatan itu, Menko PMK juga melakukan dialog dengan perangkat desa di beberapa wilayah di Kabupaten Serang, keluarga stunting, serta pendamping desa. Muhadjir mendapatkan laporan dari perangkat desa terkait masalah ketersediaan air bersih di wilayahnya, serta masalah stunting di wilayah desanya.

Muhadjir mengatakan, masalah stunting di Kabupaten Serang bukan hanya soal pemenuhan gizi pada ibu dan anak, tetapi berkaitan dengan masalah ketersediaan air bersih dan sanitasi.

“Di sini kelihatan sekali bahwa memang kecukupan air bersih di wilayah Serang ini memerlukan penanganan. Permasalahan sanitasi, ketersediaan fasilitas MCK dan kebersihan lingkungan perlu diatasi dengan kerjasama antara Kementerian PUPR dengan pemerintah daerah,” pungkasnya. (Red)

Pengembangan Pariwisata Jabar Kedepankan Konsep Kultural Ecotourism

0
Foto: Ist

BANDUNG, MMCIndonesia.id – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, menyatakan, pihaknya akan mengembangkan sektor pariwisata di Jawa Barat (Jabar) dengan mengedepankan konsep kultural dan ecotourism atau wisata berbasis alam.

Dalam Pembukaan Jabar Culture and Tourism Festival yang diselenggarakan secara daring, Minggu (21/3), Sandiaga mengatakan Propinsi Jawa Barat memiliki potensi wisata kultural yang dapat dipadukan dengan keindahan alam yang ada di sana. Untuk itu perlu ada titik akses untuk wisata.

“Kami akan berkoordinasi dengan Pak Gubernur (Jawa Barat), Kementerian PUPR, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, dan Kementerian BUMN. Karena banyak titik wisata yang ada di bawah penguasaan BUMN sebai aset-aset milik negara,” kata Sandiaga.

Oleh karena itu, lanjut Sandiaga, pihaknya kini tengah menyelesaikan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian BUMN. Dengan harapan agar potensi-potensi pariwisata yang ada tersebut bisa segera dikembangkan.

Sandiaga menuturkan, pihaknya akan memulai perkembangan dan pembangunan destinasi-destinasi wisata di Jawa Barat yang terbengkelai. “Sehingga nantinya destinasi-destinasi ini akan menjadi destinasi yang bertaraf nasional dan internasional,” katanya.

Selain itu, Sandiaga juga mengungkapkan pihaknya akan mengembangkan tiga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Jawa Barat sebagai upaya memulihkan ekonomi nasional dan mengembangkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Jawa Barat. “Salah satu dari tiga KEK yang telah berhasil kita dorong dengan kemajuan yang signifikan yaoitu Lido dan kami akan mengembangkan KEK di Cikadang, Sukabumi, serta Pengandaran,” ujarnya.

Menparekraf juga menyebutkan pengembangan desa wisata di Jawa Barat menjadi salah satu upaya yang ditempuh pihaknya untuk membangkitkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di sana. Hal ini berkaca dari tingkat kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Batulayang di Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu.

“Di Jawa Barat ada 10 desa wisata unggulan. Itu nanti akan kita kolaborasikan dengan pihak-pihak terkait untuk dikembangkan,” lanjutnya.

Sandiaga mengingatkan, perlu ada adaptasi, inovasi, dan kolaborasi serta pentingnya menerapkan protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) untuk memulihkan kembali sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia, khususnya Jawa Barat.

“Kunci dari pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif adalah penanggulangan angka penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, mari kita terapkan protokol kesehatan dengan disiplin dan ketat,” ungkap sandiaga.

Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki dan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Jawa Barat, Atalia Pratatya Kamil.

DPW Jabodetabek Iluni SMA N 1 Sungai Limau Gelar Isra’ Mi’roj & Santunan Yatim

0
Datuk Rangkayo Mudo Abdul Gani Arif, salah satu pendiri SMA N 1 Sungai Limau. Foto: Iskandar P Hadi

TANGERANG, MMCIndonesia.id – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jabodetabek Ikatan Alumni (Iluni) Lintas Angkatan SMA Negeri 1 Sungai Limau, Sumatera Barat menggelar Isra’ Mi’raj dan Santunan Anak Yatim di Gedung Ikrars  Jalan Nuri No 16 RT 008 RW 003, Cipadu Jaya , Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Rabu (17/3/2021).

Peringatan Isra’ Mi’raj dan Santunan Anak Yatim tersebut dihadiri oleh salah satu Pendiri SMA N 1 Sungai Limau, Datuk Rangkayo Mudo Abdul Gani Arif, Pengurus DPP Iluni SMA N 1 Sungai Limau yang diwakili oleh Edi, Ketua DPW Jabodetabek Iluni SMA N 1 Sungai Limau, Marsohan Tanjung, Ketua IKRARS, Rustam Tanjung, dan para Alumni Lintas Angkatan SMA Negeri 1 Sungai Limau di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Peringatan Isra’ Mi’raj dan Santunan Anak Yatim tersebut diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Quran oleh Ridwan Chan (Angkatan 87) dilanjutkan dengan pembacaan sari tilawah oleh Eka Putri Asnita (Angkatan 95). Kemudian acara dilanjutkan dengan mendengarkan sambutan-sambutan.

Pada kesempatan pertama, Ketua Panitia, Kamil Ade Putra menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Pengurus dan seluruh anggota Iluni SMA N 1 Sungai Limau yang telah bekerja keras untuk dapat menyelenggarakan kegiatan ini.

DPW Jabodetabek Ikatan Alumni (Iluni) Lintas Angkatan SMA Negeri 1 Sungai Limau, Sumatera Barat menggelar Isra’ Mi’raj dan Santunan Anak Yatim di Gedung Ikrars Jalan Nuri No 16 RT 008 RW 003, Cipadu Jaya , Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Rabu (17/3/2021).
Foto: Iskandar P Hadi

“Kegiatan ini telah dipersiapkan selama lebih kurang satu bulan dengan mengerahkan seluruh anggota dari angkatan 1983 hingga angkatan 2013 atau 30 angkatan. Alhamdulillah  Peringatan Isra’ Mi’raj dan Santunan Anak Yatim dapat terlaksana dengan baik,” kata Kamil.

Pada kegiatan kali ini Panitian berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 63.600.000 (Enam Puluh Tiga Juta Enam Ratus Ribu Rupiah), berasal dari sumbangan seluruh angkatan dari Angkatan 83 hingga Angkatan 2013. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada anak-anak Yatim sebanyak 25 orang dengan masing-masing anak memperoleh Rp 2.000.000 (Dua Juta Rupiah), lanjut Kamil.

Di tempat yang sama Ketua DPW Jabodetabek Iluni SMA N 1 Sungai Limau, Marsohan Tanjung, mengatakan bahwa, Peringatan Isra’ Mi’raj dan Santunan Anak Yatim, hari ini, Rabu (17/3/2021) bertepatan dengan Hari Lahir Iluni SMA N 1 Sungai Limau yaitu tanggal 17 Maret 2018.

Foto: Iskandar P Hadi

Sementara itu, Datuk Rangkayo Mudo Abdul Gani Arif, salah satu pendiri SMA N 1 Sungai Limau dalam sambutannya mengatakan, berdirinya SMA N 1 Sungai Limau adalah Amanat UUD 1945. SMA N 1 Sungai Limau, kini beralamat di Jalan Raya Pariaman – Tiku KM 18, Koto Tinggi Kuranji Hilir, Kecamatan Sungai Kimau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Pada awal berdirinya, kami minta ijin kepada Bupati agar Pendopo Kabupaten bisa kami pinjam untuk gedung SMA N 1 Sungai Limau. Setelah Bupati mengijinkan, kami baru bisa menerima murid, lanjut Datuk Rangkayo Mudo Abdul Gani Arif.

Kepada anak-anakku sekalian, para alumni dari lintas angkatan ini, saya ucapkan terima kasih atas apa yang telah dilakukan hari ini. Semoga para alumni terus bisa membanggakan Almamater dan terus dapat membangun citra SMA N 1 Sungai Limau, pungkasnya.

Wagub Taj Yasin Lepas Jelajah Wisata Banjarnegara Adventur Offroad Hari...

MMCindonesia.id, Banjarnegara – Wakil Gubenrur JawaTengah Taj Yasin Maimoen melepas peserta  Jelajah Wisata Banjarnegara Adventur Offroad #4 Tahun 2023 di alun-alun kota Banjarnegara Sabtu...