JAKARTA, MMCIndonesia.id – Para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mainan mengeluhkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2021 terkait pengajuan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi mainan impor. Untuk mengatasinya, Ketua DPD RI mendesak agar produk mainan nasional bersertifikat diperbanyak.
Yang membuat pelaku UKM keberatan, PP No 28 tahun 2021 mengharuskan contoh mainan impor diambil langsung tenaga kerja Indonesia ke negara produsen mainan. Pelaku UKM mainan di Indonesia sendiri memiliki banyak produk asal China.
Menurut LaNyalla, jika syarat tersebut tidak bisa dipenuhi, sertifikat SNI tidak bisa dikeluarkan.
“Peraturan tersebut yang dianggap Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) terlalu mendadak. Akibatnya, pengusaha yang sudah terlanjur melakukan pemesanan barang tidak bisa melakukan impor. Karena, lembaga sertifikasi tidak bisa mengajukan permohonan SNI jika syarat yang dimaksud tidak dipenuhi. Ini jadi perhatian kami,” ungkap LaNyalla, Kamis (20/5/2021).
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, dalam pandemi Covid-19 para pengusaha dan pelaku UKM akan sulit mengambil contoh mainan dari negara asal.
“Banyak masalah yang harus mereka selesaikan, misalnya pemberian visa. Apalagi untuk mendapatkan visa, WNI harus sudah divaksin sebanyak dua kali. Belum lagi persoalan karantina yang harus dijalani,” terangnya.
Kondisi ini, dapat berdampak pada penghentian impor mainan hingga 3 bulan ke depan. Para pelaku UKM mainan pun terancam kehilangan 60% suplai stok toko yang biasa diisi mainan impor.
Oleh karena itu, LaNyalla meminta pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan dan Badan Standarisasi Nasional (BSN), memberikan solusi.
“Harus ada masa transisi agar mereka bisa mempersiapkan kebutuhan untuk memenuhi persyaratan terbaru. Karena jika dipaksakan, toko mainan di modern store atau shopping centre akan mengalami kekosongan barang dalam jangka panjang,” katanya.
Sebagai solusinya, LaNyalla menyarankan agar produksi dan kualitas mainan nasional bisa digenjot agar memenuhi kualitas SNI.
“Produksi mainan lokal yang memenuhi standar sertifikasi, akan berdampak positif. Banyak lapangan pekerjaan baru yang bisa dihasilkan. Ketergantungan terhadap impor pun perlahan-lahan bisa dikurangi,” tuturnya.
Mantan Ketua Umum PSSI itu berharap pengusaha mainan Tanah Air membaca besarnya potensi pasar mainan di Indonesia,
“Berdasarkan data UNICEF Indonesia, sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak. Jumlah ini setara dengan sekitar 85 juta anak-anak dan merupakan jumlah terbesar keempat di dunia. Angka tersebut merupakan pasar mainan yang sangat besar dan seharusnya dimanfaatkan produsen nasional,” tuturnya.
Dengan potensi itu, LaNyalla menilai usaha mainan anak bisa membantu pemulihan ekonomi nasional (PEN).(***)