Sumbar, MMCIndonesia.id – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berupaya menyelesaikan persoalan pemanfaatan kawasan hutan secara tidak sah oleh masyarakat yang salah satunya dilakukan dengan menggunakan prinsip ultimum remedium atau hukum pidana dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.
“Pemerintah daerah berkoordinasi dengan Polda Sumbar dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam melakukan upaya-upaya penyelesaian pemanfaatan kawasan hutan secara tidak sah. Salah satunya menggunakan prinsip ultimum remedium,” kata Gubernur Sumbar Mahyeldi saat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi Penyamaan Persepsi Implementasi Prinsip Ultimum Remedium Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, 4 November 2021, diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bertempat di Hotel Sultan Jakarta, Kamis (04/11/2021).
Ia mengatakan penggunaan prinsip tersebut dilakukan dengan pertimbangan agar masyarakat dapat terus memperoleh manfaat dari hutan dan hak negara tetap dapat diperoleh.
Ia menyebut penerapan prinsip ultimum remedium juga sesuai dengan norma pengaturan LHK dalam Undang-undang Cipta Kerja. “Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur telah melakukan beberapa upaya penyelesaian penguasaan kawasan hutan secara tidak sah. Langkah tersebut dilakukan dengan berkolaborasi bersama Polda dan Pemerintah Kabupaten, serta OPD terkait” ujar Mahyeldi.
Skema perhutanan sosial menjadi salah satu solusi yang bisa digunakan karena Sumbar mengalokasikan 500 ribu hektare hutan untuk program tersebut.
Narasumber lain yang juga turut hadri dalam kegiatan ini yaitu Dirjen Gakkum, Sekjen KLHK, Bareskrim Polri, Jampidum Kejagung, Hakim MA, Direktur Penegakan Hukum Pidana, Pakar hukum serta pakar kehutanan dan lingkungan Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf dan Prof. Dr. Rachmat Safa’at.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan apresiasi kepada Bapak Gubernur Sumatera Barat yang telah melakukan upaya-upaya dalam penyelesaian penguasaan kawasan hutan tidak sah, berkolaborasi bersama Polda dan pemerintah kabupaten. Sehingga hal tersebut mendatangkan manfaat dan keadilan bagi masyarakat serta ada kepastian dalam penyelesaian masalah, dengan selalu memperhatikan lingkungan. (Fal)