Yogyakarta, MMCIndonesia.id – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, mendorong koperasi-koperasi di Indonesia khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) untuk melakukan diversifikasi usaha. Dia meminta agar KSP tidak hanya fokus pada pengucuran pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, namun diperlukan upaya untuk mulai merambah menjadi koperasi sektor produksi.
Hal ini diperlukan sebagai upaya pemerintah bersama pelaku koperasi untuk meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Teten mengatakan, koperasi yang mampu bergerak di sektor produksi justru bisa menjadi bantalan bagi perekonomian. Ia meyakini inovasi bisnis dan digitalisasi yang dilakukan oleh koperasi produksi dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi PDB nasional.
Presiden Jokowi menugaskan kepada KemenkopUKM agar mampu mendorong kontribusi koperasi pada PDB nasional sebesar 5,2-5,5 persen di tahun 2024. Saat ini kontribusi koperasi terhadap PDB belum sampai pada 5 persen. Untuk memastikan target tersebut bisa tercapai maka jumlah koperasi yang bergerak di sektor produksi harus diperbanyak kuantitas ataupun kualitasnya.
“Ayo kita pikirkan bersama-sama bagaimana untuk mengembangkan model bisnis koperasi untuk mulai garap sektor produksi sehingga koperasi masuk mendukung pengadaan bahan baku industri manufaktur. Saat ini banyak negara cari keunggulan khasnya apa untuk dijadikan basis produksi,” kata Teten Masduki saat membuka Rapat Anggota Tahunan (RAT) XXXII Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Puskop Credit Union Indonesia (Skd) atau Puskopcuina di Yogyakarta, Jumat (28/5/2021).
Turut hadir dalam acara tersebut Deputi Bidang Perkoperasian Ahmad Zabadi, Ketua Pengurus PUSKOPCUINA Edi Vinsensius Petebang, Asisten Gubernur DIY Bidang Ekonomi dan Pengembangan Tri Saktiyana, serta Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY Srie Nurkyatsiwi.
MenkopUKM juga berharap, koperasi yang sudah bergerak di sektor produktif untuk bisa membentuk factory sharing atau rumah produksi bersama. Menurutnya cara ini diperlukan untuk memastikan pasokan bahan baku terjaga, mendorong terciptanya efisiensi usaha, dan untuk kemudahan mendapatkan izin edar.
Teten mengungkapkan, beberapa kasus yang sering terjadi pada koperasi yang bergerak di sektor produksi mengalami kesulitan untuk memasarkan produk-produknya lantaran belum memiliki legalitas dan izin edar oleh pelaku usaha yang dinaunginya.
“Banyak koperasi yang sudah punya usaha seperti sektor pangan olahan tapi sulit dapat izin edar karena produksinya di dapur dengan skala terbatas dan teknologi pengolahannya yang sederhana. Nah kalau mereka melakukan factory sharing di rumah produksi bersama maka akan mudah dapat izin edar sehingga produknya bisa laris di pasar,” sambung MenkopUKM.
Teten juga meminta koperasi sekunder seperti Puskopcuina juga terus mengembangkan dukungannya untuk mendorong terwujudnya ekosistem yang baik bagi pembentukan koperasi sektor produksi. Dia menilai potensi yang dimiliki oleh Puskopcuina sangat besr lantaran membawahi sampai 44 Credit Union (CU) di 18 provinsi dengan total aset mencapai Rp7 triliun.
“Saya sudah banyak berdiskusi dengan teman-teman di KSP yang asetnya sudah triliunan itu untuk masuk ke sektor produktif, mereka harus bisa create bisnis yang produktif sehingga bisa scaling up pelaku usaha yang selama ini mikro,” ujar Teten.
Teten juga berpesan kepada pengurus KSP Puskopcuina untuk melakukan inovasi diversifikasi jenis usaha lainnya. Untuk itu, spin off masuk ke sektor produksi menjadi pilihan. Koperasi dapat memenuhi kebutuhan anggota dengan membeli produk sendiri serta dapat menciptakan lapangan kerja. Terlebih saat ini Indonesia masih banyak bergantung pada produk pangan impor seperti garam, kedelai, jagung, beras, dan gula.
Apabila Puskopcuina bisa memperkuat usaha anggotanya untuk menggarap sektor strategis ini diyakini bisa meningkatkan bargaining power KSP.
“Jadi intinya mindset enteprenuership dari koperasi ini mesti kita ubah. KSP Puskopcuina perlu melakukan transformasi bisnis. Saya ingin berterima kasih pada seluruh gerakan Credit Union yang selama pandemi ikut menyelamatkan ekonomi rakyat ini. Memang pemerintah nggak bisa sendiri untuk menghadapi pandemi sebab kita nggak tahu sampai kapan ini berakhir,” pungkas Teten.
Di tempat yang sama Ketua Pengurus Puskopcuina Edi Vinsensius Petebang menambahkan bahwa Puskopcuina merupakan Koperasi Credit Union (CU) sekunder terbesar di Indonesia dari sisi aset dan anggota saat ini. Puskopcuina mewakili 506.455 orang anggota individu dari 44 CU primer yang tersebar di 18 provinsi dengan kantor pelayanan tersebar di 23 provinsi mulai dari Nias, Sumatera Utara sampai dengan Merauke, Papua per 31 Desember 2020.
“Visi kami adalah menjadi federasi nasional credit union yang terintegrasi, terpercaya, dan berkelanjutan. Core layanan kami adalah pendampingan tata kelola, interlending, teknologi informasi, pendidikan dan pelatihan, serta pemberdayaan,” lanjut Edi.
Edi menyatakan kesiapannya untuk mendukung upaya pemerintah dalam mencapai meningkatkan kontribusi koperasi pada PDB nasional. Puskopcuina mengatakan bahwa saat ini sudah ada beberapa dari anggotanya yang fokus untuk membiayai sektor produktif.
“Kami siap. Saat ini sudah ada beberapa anggota kami yang memiliki usaha produktif,” pungkas dia.(*)