JAKARTA, MMCIndonesia.id – Seiring dengan proses penyetaraan jabatan dari jabatan administratif (JA) ke dalam jabatan fungsional (JF) yang masih berlangsung, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) meminta kepada instansi pembina JF untuk dapat melakukan penyesuaian terhadap JF binaannya. Ini dikarenakan terdapat perbedaan dari perpindahan jabatan regular dan penyesuaian (inpassing) dengan penyetaraan jabatan.
Asisten Deputi Standardisasi Jabatan dan Kompetensi SDM Aparatur Kementerian PANRB Istyadi Insani menjelaskan bahwa mekanisme penyetaraan jabatan sesuai dengan PermenPANRB No. 17/2021 tentang Penyetaraan JA ke dalam JF adalah dengan menetapkan kelas JF yang akan diduduki setara dengan kelas JA yang diduduki sebelumnya. “Ini menyebabkan terjadinya variasi kelas jabatan pada JF yang diduduki. Ini menjadi salah satu permasalahan ketika terdapat kelas jabatan JF yang lebih tinggi dari yang seharusnya,” jelasnya dalam Rapat Koordinasi Pembinaan Jabatan Fungsional bagi Instansi Pembina di Jakarta, Kamis (10/06).
Terkait hal ini, Istyadi menyampaikan bahwa dapat dilakukan penetapan kelas JF yang terdampak dari penyetaraan jabatan tersebut. Usulan penetapan kelas jabatan dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) ke Menteri PANRB yang nantinya diberikan surat persetujuan kelas jabatan. Persetujuan penetapan kelas jabatan ini dijadikan dasar untuk penetapan kelas JF hasil penyetaraan.
Penyesuaian JF yang harus dilakukan oleh instansi pembina JF masih meliputi banyak hal. Mulai dari informasi jabatan, pola karier, rumah jabatan fungsional, pola kerja, penugasan dan tugas tambahan, hingga evaluasi jabatan.
Istyadi mengemukakan mengenai beberapa penyesuaian terkait dengan uraian tugas jabatan dari JF hasil penyetaraan. Pertama, penyesuaian terkait tugas dan kegiatan. Instansi pembina diminta untuk melakukan identifikasi tugas dan kegiatan yang terdapat pada unit kerja instansi pemerintah dari level JPT sampai dengan pelaksana.
Kedua, atas hasil identifikasi tersebut, instansi pembina diminta membuat matriks sandingan antara kesesuaian tugas dan fungsi yang ada pada unit kerja dengan kegiatan yang ada dalam PermenPANRB terkait JF yang disetarakan. Langkah ini untuk menentukan penyesuaian yang harus dilakukan.
Kemudian, ketiga, jika terdapat lebih dari lima puluh persen kegiatan ternyata tidak sesuai dengan PermenPANRB terkait JF yang disetarakan, terdapat tiga langkah yang bisa diambil. Langkah satu, menggunakan mekanisme perpindahan jabatan/inpassing ke JF yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan konsekuensi masing-masing dan memperhatikan peta jabatan yang dibina sendiri.
Langkah berikutnya adalah menggunakan mekanisme perpindahan/inpassing ke JF yang dibina oleh instansi lain. “Langkah terakhir, adalah dengan mengajukan pembentukan JF baru, jika setelah diidentifikasi tidak ada yang sesuai dengan tugas di unit kerja. Pada proses pengusulan JF baru ini akan dilihat mengenai kelayakan atas usulan JF baru tersebut,” papar Istyadi.
Dalam kesempatan yang sama, Plt. Direktur Jabatan ASN Badan Kepegawaian Negara (BKN) Herman menjelaskan bahwa terdapat dua sisi yang hadir sebagai implikasi dari adanya penyetaraan JA ke JF ini. Di satu sisi, JF sebagai jabatan yang berdasarkan keahlian dan keterampilan menjadi pegawai terbanyak dalam suatu instansi.
Namun, disisi lain, masih banyak hal yang masih harus dipenuhi, terutama terkait dengan pembinaan JF. Hal tersebut meliputi regulasi terkait JF dari makro hingga teknis, pengelolaan SDM, pembagian peran instansi pembina, instansi pengguna, hingga pejabat fungsional. “Terkait ini, diperlukan adanya penyesuaian atau penyelarasan dalam kerangka pembinaan JF pasca penyetaraan jabatan. Saat ini BKN tengah memroses peraturan terkait pedoman teknis mengenai pembinaan JF,” ujar Herman.
Herman menjabarkan bahwa penyesuaian JF tersebut dapat dilakukan dengan melakukan perancangan ulang atau _job redesign_ JF. Perancangan ulang tersebut dilakukan terhadap lima aspek yang terdiri dari _job content_, _job function_, _job process_, _job context_, serta _job relation_. Dengan melakukan perancangan ulang, maka dapat menyesuaikan JF dari penguatan tugas, otonomi JF, tanggung jawab, metode kerja, kebutuhan, proses bisnis, kontekstualisasi dengan kebijakan dan kebutuhan organisasi, hingga hubungan dengan jabatan lain.
Selain itu, penyesuaian dan penyelarasan JF ini memerlukan peran aktif dari pihak yang terlibat. Pihak pertama adalah Kementerian PANRB sebagai regulator yang diperlukan dalam membuat regulasi makro JF untuk penyesuaian. Kemudian pihak kedua adalah instansi pembina. Selain melakukan tugas sebagai instansi pembina, juga perlu melakukan penyesuaian terhadap regulasi teknis dari masing-masing JF serta terkait dengan kewenangan pembinaan JF.
Sedangkan, bagi instansi pengguna JF, penyesuaian dilakukan dalam pelaksanaan pengelolaan JF dengan menyesuaikan dengan yang ditetapkan oleh instansi pembina dan regulasi JF terkait. Kemudian juga menyambungkan program dan rencana kerja dengan tugas JF sehingga dapat sejalan serta melakukan pengembangan kapasitas JF yang dikoordinasikan dengan instansi pembina.
Bagi pejabat fungsional, penyesuaian dilakukan dalam pelaksanaan tugas dengan memahami standar dan pedoman JF sehingga mampu melaksanakan tugas jabatan, yang berujung dengan memiliki peran kontributif terhadap kinerja unit dan organisasi.
“Dengan demikian, kerangka pembinaan JF dapat terpenuhi dan tujuan penyetaraan JA ke dalam JF sebagai bagian dari penyederhanaan birokrasi untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi birokrasi dapat terwujud,” pungkas Herman. (al)